Kamis, 06 Agustus 2020

Peran Mobile Brigade Polisi Tumpas Gerombolan APRA



Berbicara tentang APRA, mau tidak mau membicarakan juga tokoh bernama Kapten Raymond Westerling. Di antara perwira-perwira Belanda yang pernah bertugas di Indonesia, agaknya westerling-lah yang paling "haus darah". Pada bulan Desember 1946, ia dan pasukannya dikirm oleh pemerintahan Belanda ke wilayayh Sulawesi Selatan untuk menghadapi para pejuang pribumi. Dalam jangka waktu tiga bulan, westerling dan pasukannya telah melakukan tindakan yang sangat keji, yaitu pembantaian terhadap ribuan rakyat pribumi yang tidak berdosa. Pimpinan tentara Belanda melihat bahwa tindakan yang telah dilakukan oleh westreling tersebut menyalahi aturan dan kurang berkenan di mata mereka sehingga akhirnya pada bulan Maret 1947 westerling dipindahkan dari Sulawesi Selatan ke wilayah Batujajar, Bandung, Jawa Barat. Namun, tindakan dan perilaku westeling tidak berubah dan masih memperlakukan rakyat sama seperti waktu bertugas di Sulawesi Selatan. Sehingga, ankhirnya ia mengundurkan diri dari dinas militer Belanda pada pertengahan tahun 1948.

Pada perkembangan selanjutnya, sekitar tahun 1949 Westerling berhasil membangun kekuatan militer yang disebut dengan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Anggota pasukan APRA terdiri dari mantan tentara Belanda yang melakukan desersi dan anggota Koninklijke Nederlandsche Indische lager (KNIL) yang merasa frustasi mengenai masa depanya setelah pemerintahan Indonesia dan Belanda mencapai kesepakatan/persetujuan politik. Dalam usaha menyusun kekuatan APRA, Westerling juga menjalin kerjasama dengan beberapa pejabat Negara Pasundan. Mereka berusaha dan mempengaruhi agar sebisa mungkin mempertahankan eksistensi Negara Pasundan dan menjadikan KNIL sebagai angkatan perang negara tersebut.

Pada 23 Januari 1950 APRA di bawah pimpinan langsung  Westerling mulai melakukan aksinya. Mereka melancarkan serangan ke kota Bandung. Mereka bergerrak dari wilayah Cililin dengan kekuatan mencapai 800 orang bersnejata lengkap. Bersamaan dengan itu, 2 peleton lainnya bergerak ke arah Jakarta dengan menggunakan kendaraan truk. Aksi yang mereka lakukan sangat biadab dan kejam. Mereka melucuti anggota polisi di Pos Cimahi, Cibeureum, dan pabrik Mecaf. Di samping itu, merreka juga menembaki siapa saja yang mereka temukan di jalan raya, terutama anggota TNI dari Div. Siliwangi.
Dalam waktu 1 hari saja APRA membunuh kira-kira 79 orang anggota TNI. Westerling berencana menyerbu Jakarta menggunakan jalur udara dari Lapangan Terbang Ciliitan Jakarta dan langsung menusuk ke kota Jakarta, namun rencana ini bocor

Untk menghadapi dan menumpas APRA serta untuk membantu TNI, Kepala Kepolisian Negara mengirimkan Kesatuan Mobrig jawa Timur dan Mobrig Jogjakarta, yang dipimpin oleh Komisaris Polisi Soedarsono yangkebetulan pada saat itu berada di Jakarta, serta Mobrig Jakarta Raya yang dipimpin Komisaris Polisi M. Ng. Soetjipto Joedodiharjo yang bertempat di Kwitang dan Kemayoran segra mengambil bagian dalam operasi APRA tersebut. Pimpinan AURI menyiapkan pesawat-pesawat Dakota sesuai permintaan Komandan Mobrig Pusat, Kombes. M. Jasin untuk mengangkut Pasukan Mobrig guna menduduki bandara Andir Kota Bandung. Perebutan lapangan terbang Andir sukses, rencana APRA gagal, sekitar jam 16.00 pasukan Mobrig mulai memasuki kota Bandung dan bertugas kurang lebih selama sebulan. Penrbangan yang dilakukan oleh Kesatuan Mobile Brigade (Mobrig) ke Bandung dalam upayanya menumpas Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) merupakan airlift pertama yang dilakukan di Indonesia dalam pelaksanaan operasi keamanan.

Pada hari itu juga, pasukan APRA berhaisl dipaksa meninggalkan kota Bandung berkat kesigapan aparat kepolisian dan TNI. Mereka melakukan razia secara intensif, sedangkan operasi pengejaran dilakukan terhadap pasukan APRA yang melarikan diri dan bergerak menuju Jakarta. Kesatuan TNI dan Kepolisian Negara berhasil menghancurkan dan menumpas pasukan APRA yang berada di wilayah Cianjur.

Gerakan APRA di Bandung merupakan bagian dari skenario yang disusun oleh Sultan Hamid II, seorang menteri tanpa portofolio dalam kabinet RIS. Direncanakan, APRA juga akan bergerak ke Jakarta, melancarkan serangan terhadap sidang kabinet. Menteri Pertahanan Hamengku Buwono IX dan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan, Ali Budiardjo serta Kepala Staf Angkatan Perang, Kolonel T.B. Simatupang termasuk sasaran yang akan dibunuh. Sebagai kamuflase, Sultan Hamid II akan ditembak kakinya. Rencana yang akan dilaksanakan pada 24 januari 1950 itu tercium oleh aparat intelijen sehingga gagal. Sultan Hamid II ditangkap, sedangkan Westerling melarikan diri ke luar negeri menggunakan pesawat Angkatan Laut Belanda.


Hidoep Itoe Perdjoeangan Mentjapai Tjita Tjita (War Story) | KASKUS


Bersamaan dengan pecahnya pemberontakan APRA di Bandung, pada awal tahun 1950-an di Jakarta muncul gerombolan Mat Item. Oleh Westerling gerombolan Mat Item ditugasi untuk mengganggu keamanan di jakarta agar kelak memudahkan APRA menyerbu ibukota dan membunuh para pemimpin RI, terutama anggota kabinet RIS.

Situasi yang tidak aman tersebut sangat meresahkan warga dan pemerintahan di Jakarta, Komandan Mobrig Pusat, Komisaris Besar M. Jasin mengambil langkah-langkah pengamanan. Pertama, melakukan konsolidasi kesatuan dan melakukan unjuk kekuatan (show of Force) di Jakarta. Pameran kekuatan itu ditampilkan dengan kegiatan melakukan penggerebekan tempat-tempat yang menjadi basis gerombolan Mat Item. Langkah berikutnya adalah membangun "stelsesl keamanan" yaitu dengan mendirikan pos-pos dan asrama Mobrig di daerah-daerah pinggiran kota Jakarta seperti di Ciputat, Cileduk, Cengkaremg, Cilincing, Cipinang, Pulo Gadung, Kramat Djati, dan Kedung Halang. total sebanyak 25 kompi Mobrig mengamankan Jakarta. Ini berarti kota Jakarta dari empat penjuru sudah dikelilingi pasukan Mobrig. Sehingga, pihak pengacau keamanan makin terdesak dan kocar-kacir tidak terorganisasi lagi.

Setelah itu kompi-kompi Mobrig banyak yang dikembalikan ke daerah asalnya. Tetapi banyak juga yang tetap tinggal di Jakarta. Pada tahun 1951, didirikanlah Kompi-kompi Mobrig yang ditempatkan di bekas markas/benteng sementara yang saat itu bertujuan untuk menghadapi Westerling.

0 komentar:

Posting Komentar